Dulu, kelurahan Dasan Cermen Lombok merupakan kawasan kumuh dengan sampah yang berserakan di mana-mana. Tidak ada truk pengangkut sampah dan masyarakat pun kurang peduli. Di tengah-tengah meningkatnya permasalahan sampah plastik yang semakin mengkhawatirkan, terdapat kisah inspiratif dari Ibu Murniati, seorang kader Posyandu dari Kelurahan Dasan Cermen, Lombok.
Persoalan Kawasan Kumuh Dasan Cermen dan Ketidakpedulian Masyarakat
Murniati mengungkapkan bahwa sebelum tahun 2012, Dasan Cermen dikenal sebagai kawasan kumuh. Dasan Cermen adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. “Sampah tidak ada yang mengelola, sementara masyarakat juga membuang sampah di sembarang tempat, seringnya ke sungai dan selokan.” ujar Muniarti.
Ketidakpedulian warga ini secara tidak sadar menyebabkan lingkungan menjadi kumuh dan membawa persoalan lainnya seperti penyakit dan bau tidak sedap.
Mengubah cara pandang masyarakat agar mengadopsi gaya hidup bersih dan tidak membuang sampah ke sungai dan selokan sebagai solusi cepat untuk mengatasi pembuangan sampah rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Pada waktu itu, kebiasaan membuang sampah ke sungai sudah menjadi hal yang umum dilakukan oleh semua orang. Sampah yang sudah terlanjur menumpuk membuat orang-orang menjadi malas dan bingung harus mulai membersihkan dari mana. Akibatnya, mereka seringkali memilih untuk membuang sampah sembarangan, terutama ke dalam sungai. Tindakan ini berpotensi mencemari sungai, menyebabkan penyakit dan meningkatkan risiko banjir.
Melansir data yang dikutip dari situs kotaku.pu.go.id mengenai Program Kotaku (Program Kota Tanpa Kumuh) oleh Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman, Kementerian PUPR, menunjukkan bahwa luas kawasan kumuh di Kota Mataram mencapai 260,09 hektar (ha) dari total 697,32 ha kawasan kumuh di NTB. Termasuk di dalamnya Kelurahan Dasan Cermen. Sesuai dengan Permen PUPR No. 14 tahun 2018 Tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh, terdapat 7 aspek dan 16 kriteria yang digunakan untuk menilai kondisi permukiman kumuh, salah satu di antaranya adalah tidak memenuhi persyaratan teknis dalam pengelolaan persampahan.
Mulai Dari Aksi Memilah Plastik Sampai Bisa Merubah Cara Pandang Masyarakat
Tidak dapat tinggal diam melihat situasi tersebut, Ibu Murniati bersama 30 orang kader Posyandu lainnya memutuskan untuk mengambil tindakan dengan memulai aksi memilah sampah plastik. Plastik merupakan material yang sangat populer dan telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari manusia. Sejak ditemukan pada awal tahun 1862, plastik telah menjadi bahan yang banyak digunakan dalam berbagai produk konsumen, termasuk kemasan makanan, botol minuman, dan bahkan peralatan medis. Namun, kelemahan plastik yang sulit diuraikan dan tidak ramah lingkungan telah memunculkan banyak masalah lingkungan dan kesehatan yang perlu diatasi.
“Plastik ini kami pilah dari tumpukan sampah. lalu kami olah lagi menjadi produk bernilai jual tinggi seperti bunga, tas belanja, tas perempuan, dengan bimbingan PKK di tahun 2014.” ujar Murniarti.
Mereka mulai memasarkan produk olahan plastik tersebut secara online, aktif mengikuti pameran, sehingga menghasilkan keuntungan signifikan. Bahkan mereka berhasil mendapatkan pesanan tetap berupa tas belanja, bunga, dan ingke atau piring anyaman plastik untuk kebutuhan pesta warga. Selain menghasilkan keuntungan, upaya ini juga berdampak positif pada lingkungan dengan mengurangi jumlah sampah plastik. Seiring dengan pesanan yang meningkat, kebutuhan akan sampah plastik sebagai bahan baku untuk produk-produk olahan plastik ini juga semakin meningkat. Mereka mecoba untuk meminta warga agar memberikan sampah plastik yang mereka miliki, namun mereka kesulitan karena warga tidak mau memilah sampah plastiknya. Sehingga Murniati dan kawan-kawannya terpaksa membeli sampah plastik dari pengepul sampah.
Program ini berhasil dan terus berkembang. Ibu Murniati dan kader Posyandu lainnya kemudian mendirikan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) ‘Cinta Bersih’. KSM ini memiliki berbagai program pengolahan sampah organik dan no-organik, termasuk program ‘Sedekah Plastik’.
Sedekah Plastik adalah program yang mengajak warga untuk menyumbangkan sampah plastik yang mereka miliki, dengan dihitung per kilogram. Warga yang menyerahkan sampah plastik akan menerima imbalan berupa uang. Inisiatif ini mendorong warga untuk aktif dalam memilah dan menyerahkan sampah plastik mereka, sehingga mengurangi sampah yang dibuang sembarangan di lingkungan sekitar. “Kami menerima sampah dari warga setempat maupun yang bukan, program Sedekah Plastik dibuka setiap Hari Senin, Kamis, dan Sabtu. Semua petugas diberi gaji, dan biaya operasionalnya didanai oleh urunan swadaya. Program ini awalnya dimulai dari pelatihan pada Tahun 2014 lalu, setelah diberi pelatihan dari pemerintah, kami mulai menerima sampah dari warga. “ jelas Murniati.
Melalui program-program ini, Ibu Murniati dan kader Posyandu lainnya berhasil mengubah cara pandang masyarakat terhadap sampah plastik. Mereka membuktikan bahwa sampah plastik dapat diolah menjadi produk bernilai jual tinggi, yang dapat menghasilkan keuntungan bagi masyarakat. Selain itu, mereka juga mengedukasi masyarakat tentang pentingnya memilah dan mengurangi sampah plastik, serta menjaga kebersihan lingkungan.
Dengan memberikan uang sebagai penghargaan kepada warga yang berusaha menjaga lingkungan sekitar, program ini berhasil membuat perubahan positif dalam lingkungan dan kehidupan sehari-hari warga setempat. “Para warga semangat menyetorkan sampahnya secara rutin. Tidak hanya sampah di rumahnya, mereka juga mengumpulkan sampah di jalanan. Biasanya, warga menjadikan kegiatan ini sebagai bentuk tabungan, mereka tidak langsung mengambil uang hasil penjualan sampahnya. Pembayaran bisa diperoleh warga dalam bentuk uang tunai maupun digital. Satu orang dapat mengumpulkan sampai berjuta-juta rupiah jika mereka secara rutin menyetorkan sampah plastik selama satu tahun. Mereka umumnya akan mencairkan uang yang mereka kumpulkan jika ada kebutuhan mendesak, seperti biaya kebutuhan sekolah anak.” ujar Murniati.
Dari Kawasan Kumuh Menjadi Daerah Percontohan dan Studi Banding
Program ini sangat berhasil dan terus berkembang dari tahun ke tahun. Sekarang, banyak warga setempat yang semakin peduli akan kebersihan lingkungan dan dengan sungguh-sungguh menjaga lingkungan di sekitar mereka. Dari kawasan yang dulunya kumuh dengan sampah di mana-mana, kini telah berubah menjadi daerah yang bersih. keberhasilan program ini menjadi contoh yang menginspirasi daerah lain di Indonesia dalam mengatasi masalah sampah.
Ibu Murniati sendiri merupakan kader Posyandu sejak tahun 1990 dan kini menjadi Ketua Pengolahan Sampah Anorganik di KSM Cinta Bersih. Perempuan yang sehari-hari menjadi ibu rumah tangga tangga ini tidak menyangka aksi awalnya mengolah sampah plastik menjadi produk yang berguna dan menghasilkan uang membawanya menjadi pemimpin dalam bisnis dan organisasi. “Program pengolahan sampah plastik baik berupa produk maupun program Sedekah Plastik ini kini telah menjadi percontohan bagi daerah lain seperti Lombok Timur dan Lombok Tengah. Mahasiswa dan Pemda lain sampai jauh-jauh dari Kalimantan mendatangi kami untuk penelitian dan studi banding. Saya juga diundang menjadi pembicara dimana-mana, terakhir menjadi tutor bagi program rehabilitasi pengguna narkoba oleh BNN. Mengajari mereka membuat kerajinan.” tukasnya.
Kini KSM Cinta Bersih juga sudah memiliki program pengolahan sampah organik. Yaitu pupuk kandang dan maggot. Pupuk kandang diolah dari sisa sampah rumah tangga seperti sayur dan buah lalu diolah menjadi pupuk kandang. Maggot sendiri adalah belatung merupakan larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) atau Hermetia Illucens dalam bahasa Latin. Maggot dibeli untuk pakan ternak seperti ikan karena berprotein tinggi. “Untuk pupuk kandang dihargai 3.500 rupiah per kilogram sedangkan maggot dihargai 5000 rupiah per kilogramnya. Hingga kini sampah yang dulu menjadi persoalan warga, kini menjadi mata pencaharian dan memberikan kesejahteraan kepada warga.” cerita Murniati, bangga.
Dukungan dan Kerjasama dari Semua Pihak
Hal ini membutuhkan kesadaran dan kerja sama dari semua pihak, mulai dari warga, pemerintah dan swasta. “Lurah Dasan Cermen dan Walikota Mataram sangat serius dalam menangani persoalan sampah ini. Pemerintah Kota Mataram menekankan agar warga menggunakan produk daur-ulang dan mengurangi penggunaan plastik melalui surat yang diedarkan sampai ke Kelurahan. Pemkot Mataram juga menunjukkan dukungannya dengan mendirikan bangunan permanen untuk program Sedekah Plastik pada tahun 2017. Untuk bantuan dana dan pendampingan manajemen, kami juga didukung oleh Astra.” Ujar Murniati.
Selain telah mengubah cara pandang masyarakat terhadap sampah dan kebersihan lingkungan, kesadaran dan tindakan-tindakan ini membuat Kelurahan Dasan Cermen menjuarai penghargaan di antaranya Penghargaan Lingkungan Bersih tahun 2019 dan Kampung Sehat. Kawasan kumuh yang tampak mustahil untuk diubah, kini malah jadi percontohan Kampung Sehat.
Sampah, terutama plastik, adalah salah satu masalah lingkungan terbesar yang dihadapi manusia saat ini. Banyaknya plastik yang terbuang di lautan, sungai, dan daratan, telah menimbulkan banyak masalah bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya di bumi. Meskipun masalah yang timbul akibat penggunaan plastik semakin merugikan, manusia masih sulit berhenti menggunakannya. Kebiasaan penggunaan plastik ini karena plastik ringan, mudah dipakai, nyaman, tahan lama, dan dapat digunakan dalam berbagai situasi. Contohnya, botol air minum plastik dapat diisi ulang, lebih praktis dan mudah dibawa dibandingkan botol air minum kaca atau logam yang lebih berat. Plastik juga mudah dibentuk, sehingga dapat digunakan dalam berbagai bentuk dan ukuran untuk berbagai kebutuhan. Dengan kepraktisannya ini, manusia menjadi sulit untuk meninggalkan penggunaan plastik. Produk yang dihasilkan dari plastik lebih murah dibandingkan produk yang terbuat dari bahan lain.
Konsistensi yang dimulai oleh Ibu Murniati dan 30 orang kader Posyandu lainnya berhasil mengubah cara pandang warga untuk memahami bahwa sampah bukan persoalan sepele. Kini warga Dasan Cermen terbiasa memilah sampahnya dan berhenti membuang sampah ke sungai. Memberikan penghargaan dan penguatan positif juga dapat mengubah perilaku warga yang dulunya membuang sampah sembarangan menjadi lebih peduli terhadap lingkungan. Warga yang melihat langsung potensi sampah dapat memberikan penghasilan membuat mereka lebih peduli kepada sampahnya. Mereka menyadari bahwa tanggung jawab untuk menjaga kebersihan lingkungan ada pada diri mereka. Perilaku menjaga kebersihan telah menjadi kebiasaan yang dimulai sejak usia anak-anak baik di keluarga maupun di sekolah. Harapannya, kebiasaan ini akan terus berlanjut di masa yang akan datang. Berawal dari persoalan sampah di daerah kumuh, kini Kelurahan Dasan Cermen menjadi lingkungan yang bersih dan indah karena semua orang berusaha membuat lingkungan tempat tinggalnya menjadi nyaman.
Kisah inspiratif ini seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat di seluruh Indonesia untuk lebih peduli terhadap masalah sampah plastik. Hal ini harus dimulai dari diri sendiri dan di lingkungan sekitar, seperti keluarga, sekolah, dan masyarakat setempat. Dengan bergotong-royong memilah sampah, dan mengolahnya menjadi produk bernilai jual tinggi, kita dapat mengurangi dampak negatif sampah plastik terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Tidak perlu dimulai dari hal besar, aksi memilah plastik yang dilakukan Ibu Murniati dan kader Posyandu lainnya dapat dijadikan contoh untuk persoalan sampah yang tampaknya ada di mana-mana.